Beranda | Artikel
Mendahulukan Perintah Nabi - Tafsir Surat Al-Ahzab Bag 2
Kamis, 1 Oktober 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.

Mendahulukan Perintah Nabi – Tafsir Surat Al-Ahzab Bag 2 merupakan bagian dari kajian tafsir yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Abu ‘Abdil Muhsin Firanda Andirja, M.A. pada Rabu, 12 Shafar 1442 H / 30 September 2020 M.

Kajian Tentang Mendahulukan Perintah Nabi – Tafsir Surat Al-Ahzab Bag 2

Pada ayat ke-6, kita mulai dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ

Nabi lebih utama bagi kaum mukminin daripada mereka sendiri.”

Ayat ini sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Sa’di Rahimahullahu Ta’ala untuk menjelaskan bagaimana kedudukan dan kondisi Nabi terhadpa umatnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berjuang, sangat sayang kepada mereka, sehingga melazimkan mereka harus mendahulukan Nabi daripada diri mereka sendiri. Kita tahu bahwasanya sesuatu yang paling dekat dengan kita adalah jiwa kita, terkadang kita lebih sayang kepada jiwa daripada yang lainnya. Tetapi untuk urusan Nabi, maka Allah menjelaskan bahwasanya Nabi lebih utama bagi kaum mukminin daripada diri mereka sendiri. Hal ini karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki jasa yang sangat besar kepada kita, sampai-sampai harus lebih utama dari diri kita sendiri.

Disebutkan dalam shahih Bukhari ketika ‘Umar datang berkata: “Ya Rasulullah, engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لاَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ

“Belum Ya ‘Umar, demi Yang jiwaku berada di tanganNya, sampai aku lebih kau cintai daripada dirimu sendiri”

Lalu kata ‘Umar:

فَإِنَّهُ الآنَ وَاللَّهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ نَفْسِى

“Sesungguhnya sekarang demi Allah, sungguh engkau lebih aku cintai bahkan daripada diriku sendiri.” (HR. Bukhari)

Ini menjelaskan kedudukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seperti yang sudah saya jelaskan pada pertemuan yang lalu bahwa surat Al-Ahzab secara umum menjelaskan bagaimana pemuliaan nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam Islam.

Adapun tafsir dari poin ini, ada beberapa tafsiran di kalangan para ulama tentang Nabi lebih utama bagi kaum mukminin daripada diri mereka sendiri. Diantaranya:

Pertama, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berkata:

أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ، فَمَنْ تُوُفِّيَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ ، وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ

“Aku lebih utama bagi kaum mukminin daripada diriku sendiri, barangsiapa yang meninggal dan dia punya hutang, aku yang akan menanggung. Adapun siapa yang meninggal dan dia punya harta, maka bagi ahli warisnya.” (HR. Muslim)

Hadits ini memansukhkan hukum awal dimana kalau ada orang meninggal punya hutang, maka Nabi tidak mau shalatkan. Karena perkara hutang adalah perkara yang besar sebagaimana kita jelaskan dalam pengajian tersendiri. Tapi intinya dahulu kalau ada orang meninggal punya hutang Nabi tidak mau shalatkan. Setelah itu, di penghujung hayat mengatakan demikian. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat perhatian kepada kaum mukminin.

Bahkan sebagian ulama mengatakan sebagaimana dinukil oleh Al-Qurthubi bahwa wajib bagi penguasa kalau ada orang miskin yang meninggal dan punya hutang untuk dibayarkan oleh penguasa dari baitul mal karena mencontohi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ini khusus bagi orang miskin, dan jika memang ditegakkan syariat Islam, maka seharusnya demikian.

Kedua, yaitu karena jiwa mereka menyeru kepada kebinasaan, sementara Nabi menyeru kepada keselamatan. Dalam suatu hadits, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ أُمَّتِي كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَوْقَدَ نَارًا ، فَجَعَلَتِ الدَّوَابُّ وَالْفَرَاشُ يَقَعْنَ فِيهِ ، فَأَنَا آخِذٌ بِحُجَزِكُمْ وَأَنْتُمْ تَقَحَّمُونَ فِيهِ

“Perumpamaanku dengan perumpamaan umatku seperti seorang yang sedang menyalakan api, maka datanglah hewan-hewan menuju api tersebut kemudian laron-laron jatuh kepada api tersebut, maka aku pun menahan ikat pinggang, aku tahan kalian sementara kalian ingin masuk ke dalam api tersebut.” (HR. Muslim)

Jadi Nabi menjelaskan bahwa itulah perumpamaan aku seperti dengan perumpamaan umatku. Nabi ingin menyelamatkan mereka, Nabi berusaha memegang pinggang mereka agar tidak maju tapi mereka berusaha menuju kebinasaan, menuju api, sebagaimana laron-laron yang terbang menuju api kemudian mati dalam api tersebut.

Karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:

حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ ﴿١٢٨﴾

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat semangat untuk memberi petunjuk kepada kalian, sangat penyayang, sangat lembut kepada kaum mukminin.”

Bahkan:

عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ

Rasulullah merasa berat apa yang menimpa kalian.”

Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seperti itu sifatnya, maka dia lebih utama bagi kaum mukminin daripada diri mereka sendiri.

Kemudian juga diantara tafsiran para ulama tentang hal ini yaitu jika nafsumu memerintahkanmu sementara bertentangan dengan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka perintah Nabi didahulukan. Kenapa? Karena Nabi lebih utama daripada jiwa kalian. Dan inilah sifat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kalau Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam perintahkan, maka kita harus ikut, dan terlalu banyak dalil yang menunjukkan akan hal tersebut. Seperti:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٦٥﴾

Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sampai mereka menjadikan engkau sebagai hakim kemudian mereka tidak merasa berat dengan apa yang engkau putuskan, dan mereka pasrah dan terima apa yang kau putuskan.” (QS. An-Nisa[4]: 65)

Dan ayat-ayat seperti itu banyak. Maka seorang harus mendahulukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam daripada panggilan jiwa dan nafsunya. Karena Nabi lebih utama dari jiwanya sendiri.

Ini menjadi landasan kita tatkala kita bermuamalah kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak boleh kita mendahulukan perkataan seorangpun di hadapan perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak boleh kita mendahulukan pendapat seorang pun daripada pendapat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak kita berbicara kecuali kita lihat dulu -tentunya dalam masalah agama- bagaimana perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, itu baru dikatakan bahwa Nabi lebih utama kepada kaum mukminin daripada diri mereka sendiri.

Al-Alusi tatkala menjelaskan poin ini, dia bangingkan antara perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan perintah jiwa. Adapun perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pasti mendatangkan kemaslahatan bagi jiwa, atau melarang dari hal-hal yang memberi kemudzaratan bagi jiwa. Adapun perintah jiwa ada dua kemungkinan; jiwa yang menyeru kepada keburukan, tentu jiwa yang menyeru kepada keburukan tidak kita ikuti, yang kita ikuti adalah jiwa yang menyeru kepada kebaikan. Akan tetapi ketika jiwa menyeru kepada kebaikan, terkadang dia tahu kebaikan tersebut, terkadang juga tidak tahu. Betapa sering kita menebak-nebak? Kita ingin kebaikan tapi ternyata salah.

Olah karenanya tatkala ketika kita bandingkan antara perintah Nabi dengan perintah jiwa, jiwa yang baik pun masih ada kemungkinan terkadang dia mengerti kebaikan dan terkadang dia tidak tahu kebaikan, maka mewajibkan kita untuk mendahulukan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bagaimana penjelasan rincinya? Mari download mp3 kajian tafsir yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian Tentang Mendahulukan Perintah Nabi – Tafsir Surat Al-Ahzab Bag 2


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49138-mendahulukan-perintah-nabi-tafsir-surat-al-ahzab-bag-2/